The Closer You Are, The More Pain You Get


Beberapa hari ini moodku berantakan. Penyebabnya tidak lain adalah A dan B, salah dua orang pemimpinku di gereja X (nama disamarkan untuk menjaga privasi dan nama baik). Alasannya sepele. Tugas mengisi acara di komsel. Oke, aku bisa menerima tugas bila itu memang tanggung jawabku. Masalahnya, tugas yang diberikan oleh A selalu mendadak. Dari pertama kali aku tergabung di komsel setahun lalu sampai sekarang. Aku tidak pernah menyukai tugas yang diberikan mendadak. Tapi lain soal kalau mengerjakan mendadak. Besok deadline, hari ini baru kerja. Awalnya aku bisa menerima. Tapi lama kelamaan, jengkel juga. Dan kejengkelan itu meledak beberapa hari yang lalu.
Lalu berlanjut Sabtu kemarin. Aku berusaha sabar dan merendahkan hati, membalas tiap sms yang dikirimkan A. Lalu pada saat ibadah, aku ketiduran dan hampir tidak sempat mengikuti ibadah. Syukurlah aku datang pada saat Firman dibagikan. Lalu saat ibadah selesai, aku menempatkan diri di tempat teman satu komsel biasa berkumpul. Tapi tidak satupun dari mereka menyapaku. Panaslah hati ini. Karena aku tidak mau menambah masalah, aku pergi dari situ keluar menuju tempat orang-orang berjualan makanan. Aku membeli beberapa makanan dan kembali masuk ke tempat tadi. Tidak kutemui seorangpun dari teman-teman komsel. Jadi aku duduk dan menikmati kesendirianku dengan makan makanan yang kubeli.
Setelah selesai makan, aku beranjak menuju tempat parkir dan pulang. Di tempat pemeriksaan karcis parkir, aku melihat A dan pacarnya bercengkerama. Aku pura-pura tidak tahu dan terus melaju menuju pos pemeriksa. Setelah keluar dari lahan parkir, aku berhenti sejenak untuk memasukkan dompet dan mendengar suara A memanggil. Aku tidak peduli dan melaju pergi.
Keesokan harinya, A mengirim pesan ajakan fellowship di sebuah mal. Aku menolak karena tidak ada uang, namun dia memaksa. Bahkan mengajak B untuk ikut memaksaku. B mengatakan ia akan membayariku. Aku menolak karena hanya akan menghabiskan uang dengan sia-sia.
Dia malah menantangku dan bertanya apa mauku. Aku katakan bahwa aku mau kegiatan fellowship yang lebih bermanfaat dan tidak terlalu menguras uang. B malah bilang bahwa aku terlalu membesarkan masalah. Aku benar-benar marah. Siapa yang membesarkan masalah? Siapa yang bermasalah?
Tapi aku berusaha berpikiran jernih dan mengirimkan sms berisi candaan. Tapi tak ada respon. Aku hanya bisa bilang, “Fine. Terserah kau mau apa.” Toh, mereka yang berbuat. Kenapa aku harus pusing?
Dari sini aku belajar dua hal sekaligus. Yang pertama, jangan pernah mempercayai orang 100% (atau 140% menurut 9gag) karena kau tak akan pernah tahu kapan mereka akan menusukmu dari belakang. Kedua, semakin dekat seseorang dalam hidupmu, semakin dalam posisinya di hatimu, akan semakin sakitlah luka yang mereka timbulkan saat mereka melukaimu.

Sent using Sony Ericsson Elm